Rabu, 24 Juli 2013

Review Penangsang 'Tarian Rembulan Luka'


Judul       : Penangsang [Tarian Rembulan Luka]
Genre     : Fiksi Sejarah
Penulis   +Nassirun Purwokartun
Editor     : A. Mellyora
Cetaka pertama : Mei 2013
Penerbit               : Metamind, Creative Imprint of  +Penerbit Tiga Serangkai 
ISBN                      : 978-602-9251-18-0



Saat Berharap dan Kecewa
Jika bacaan tidak sesuai keinginan, haruskah melupakan bacaan itu dan tidak ingat lagi kalau bacaan itu ada?
Oh, sayang sekali!  Siapa tahu bacaan itu penuh hikmah dan pengetahuan penting.  Dan itulah saat saya memulai untuk membaca buku ini. Kekecewaan karena ingin mendapat pencerahan tentang sejarah yang kelam. Samar-samar. 
Saya lebih suka penggambaran hitam dan putih, istilah tokoh protagonist dan antagonis dituangkan dalam cerita pewayangan. Kebenaran yang akan selalu berhadapan dengan kebatilan yang diwakili oleh  Pandawa melawan Kurawa.
  • Stereotip yang membosankan bagiku untuk kisah sejarah meski itu fiksi. Saat pemahaman awam tentang seorang pahlawan ternyata menjadi pecundang dalam cerita yang berbeda. Sudah terbiasa dengan agungnya budi pekerti mendadak dicaci-maki. Kebenaran yang akhirnya kabur karena perbedaan pandangan. Ironinya, hal ini selalu terbalut dalam ‘based on true story’.  Membingungkan!
Jadi mirip tayangan Gosiptainment yang meng-ekspose artis yang jelas terbukti bersalah lalu mendapat dukungan dan dijadikan idola.. ck.. ck.. ck.. Bahkan cicak di dinding pun ikut berdecak kagum.

Baiklah, bukan tugas manusia menghakimi. Kembali pada isi novel ‘ Penangsang [Tarian Rembulan Luka]’ yang merupakan seri  ketiga. Merasa tidak rela dan hal yang tidak kusuka pada kisah sejarah jika penulis berpihak pada salah satu tokoh lalu menafikan tokoh yang lain. Padahal tidak selamanya manusia bersikap lurus dalam setiap tindakannya. Harapnya,  jangan sampai mengkultuskan makhluk dan menjadikannya sesembahan suci..   Naudzubillahiminn dzalik..

Bagaimanapun, kebenaran tentang  siapakah yang menjadi pahlawan sesungguhnya apakah Hadiwijaya atau Penangsang sebagai pihak yang saling berseteru.  Hal yang tetap menjadi misteri sejarah.  Kebenaran sejati  hanya kuasa Tuhan Pemilik Semesta Alam yang berhak menilai.  Sebagai manusia yang mempunyai  sifat  alpha dan khilaf punya kewajiban belajar memaknai kebenaran sejati dalam kehidupannya.

الحمدللله  aku mendapatkan buku ini sebagai hadiah dalam 'Harmonika' bersama Tiga Serangkai di MHfm.
Terima kasih  pada penyiarnya yang mengingatiku karena aku mengirimnya tanpa nama. Dan aku tahu sebenarnya penyiarnya sudah mengenal nomer hapeku ^_^

Yang Terluka Dan Menderita Kekalahan
Apakah gambaran pemimpin’idaman’ itu hanya ada dalam angan dan impian?
Seri ketiga ini berisi penuturan kilas balik Ki Buyut Panepi.
Adalah Penangsang, gambaran seorang pemimpin yang sederhana [Prasojo] pembimbing [Panuntun] juga pandai menyelesaikan masalah [Panuntas] tersebut memilih menyingkir dari pusat pemerintahan dan memilih sebuah kadipaten kecil, Jipang. Bahkan, nasehat gurunya, Sunan Kudus tidak dihiraukan karena terlanjur sakit hati atas kematian ayahnya yang sebagai akibat perebutan kekuasaan diantara trah Raden Patah. Diantara kekisruhan tersebut muncullah Hadiwijaya yang masih bernama Joko Tingkir masuk kalangan istana dengan membuat keributan [ontran-ontran] yang dikenal dalam kisah ‘Kebo Ndanu’. Lalu menarik perhatian Sultan Trenggono saat paseban dengan melompati kolam wudhlu padahal dalam posisi membelakang. Berikutnya,   Joko Tingkir dijadikan senopati dan menantu Sultan sebab pernikahannya dengan salah seorang putrinya, Ratu Cempokoningrum.
Hadiwijaya selangkah demi selangkah mampu menggapai kekuasaan  bahkan memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang. Dan berakhirlah kekusaaan kesultanan agung Demak Bintara. Penangsang yang merupakan cucu tertua Raden Patah [Sultan Demak pertama] dijadikan bulan-bulanan tertuduh sebagai pembunuh Sultan Trenggono [Sultan kedua] yang tak lain adalah pamannya sendiri dan Sultan Mukmin[ sultan ketiga] putra sultan Trenggono, sepupu Penangsang.  Pemanggilan Majlis jeksa yang diindahkannya berkali-kali menjadi alasan Penangsang  dijatuhi hukuman mati tanpa ada pembelaan sama sekali.
Selama ini, Penangsang dikenal sebagai putra tunggal Pangeran Sekar Sedolepen. Dalam cerita ini, menguak saudara-saudara seayah Penangsang yang lain. Mereka awalnya tercerai dan akhirnya bahu-membahu menyukseskan hijrah-nya Penangsang ke Palembang.
Jika Penangsang hijrah, lantas siapakah yang terbunuh di Bengawan Sore? Yang tewas dengan usus terburai karena sabetan tombak Kiai Plered yang dilakukan Danang Sutawijaya lalu terpotong oleh kerisnya sendiri, keris Kiai Brongot Setan Kober. Misteri yang beribu tahun tersimpan rapi namun tak tertulis dalam buku sejarah yang pantas untuk diikuti kisahnya dalam fiksi sejarah ini…
Di samping kisah tragis, novel ini juga menyajikan kisah romantis yang berujung kebahagiaan dan ada pula yang berakhir patah hati. Buncah bahagia pasangan putra angkat Patih Mentahun dan Retno Puspitosari yang menyisakan duka bagi murid Sunan Kudus sekaligus cucu saudara tunggal gurunya, yang sedianya dipersiapkan menjadi pengurus Panti Kudus disamping putra tunggalnya, Amir Hasan. Kisah asmara Mataram, putra angkat Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat bersama Ratu Ayu Juru juga Laras Madya. Cinta yang  kedua-duanya berakhir luka.
Kalah dalam kekuasaan…
***
 More books...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah perhatian untuk blog ini
Semoga Bermanfaat...
Terima kasih atas kunjungannnya...