Selasa, 04 Maret 2014

Kebersamaan di Kampung Halaman



Masih tersimpan dalam kenangan.
Masa bermain bersama kawan-kawan.
Menyenangkan!
^_^
Seiring waktu perlahan
Seringkali berselisih jalan
Tak ayal diwarnai perpisahan
Namun ada awal pertemuan
Dalam mencapai cita dan impian
Hanya menyemai harapan


Semoga kita bersama ke satu tujuan
Ridhla ALLAH-lah dambaan…


Rehat nulis sementara untuk meneruskan halaman yang terhenti di lembar 95, namun yang tertuang justru dari realitas kemarin. Daripada kepikiran dan nggak nyambung, mending kutuntaskan saja. Selanjutnya berharap bisa fokus lagi dengan tulisanku yang terbengkalai. Ah! Belum lagi ada kabar sedih tentang kawan di komunitas penulis. Yang kali ini Cuma doa yang terselip sesuai janji ALLAH bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan.
Sungguh di balik kesulitan ada kemudahan…
***






Sebenarnya aku merasa malu. Di kampung halamanku masih perlu dibantu. Belum lagi 'sampah visual' yang memenuhi jalanan menjelang Pemilu. Tersadar aku, setelah menjalani kegiatan bersama teman-teman. Kampung halaman yang ternyata belum sepenuhnya kukenal. Sedari kecil dan tumbuh besar di kampung halaman, ternyata masih banyak yang belum kuketahui tentangnya.  H e i ! ! !...
Sapa sing isoh weruh githok’e dhewe? [= siapa yang bisa melihat leher belakangnya sendiri?]
Nggak ada yang bisa melihat dahi sendiri! Begitu pesan @@Gym di kajian MQ Pagi tadi [Senin, 01 Jumadil Ula  1435 H/ 03 Maret 2014]
Yakin, tidak ada yang bisa tanpa bantuan yang lain. Setidaknya dengan bantuan cermin. Bahkan dobel

Pembelajaran berarti di antara sekian kegembiraan yang kudapatkan bersama komunitas pendengar MH. Berkali-kali keblasuk sedang aku sendiri sama sekali nggak tahu arah jalan karena baru pertama kali merambah daerah tersebut, tepatnya di Tanen, Ngargoloka sana.
Harap-harap cemas juga bila teman-teman berkenan ber-sillaturakhim ke rumah…
Pagi-pagi sudah ribut menyiapkan ini-itu. Lebih bergegas dari hari biasa hingga membuat perutku stress, berasa penuh meski hanya terisi air. Mengatur waktu minum dengan kepentingan untuk pergi ke belakang. Belum sarapan asal mengharuskan diri agar empat gelas ukuran besar [kurleb @ 400ml] air putih anget terminum. Satu sms bikin aku terburu-buru pamitan pada Ibu yang baru pulang dari pasar, padahal rombongan yang kutunggu masih di perbatasan kota Solo. Diantara tatapan penuh tanya tetangga, diriku pulang menyempatkan sholat Dhuha dan sarapan kurma. Ibu ngoyak-oyak buat makan- nasi baru bisa disebut makan, tapi aku enggan. Biar nggak dadi penggalih dan memikirkan asupan makanku kupilih buah pisang yang telah tersedia dan separo alpukat yang baru dibeli tanpa tambahan pemanis apapun, separonya beliau. Syukurlah, perutku ayem dan nggak protes lagi, lalu.. Sinambi mondar-mandir nungguin, keinget setrikaanku banyak juga, ya  0_o
Keberangkatan, aku berada satu mobil dengan para petugas medis. Syukurlah tentengan mereka gadget bukan peralatan medis yang bikin aku keki  ‘-_-‘
Menuju lokasi, ada warga yang spontan menyapa yang berada di mobil sisi sebelah kanan belakang supir  begitu kaca jendela dibuka.
Katuran!..”
Contoh Bahasa dusun yang menurut tingkatan kehalusan masih berada di bawah tatanan bahasa krama yang berlaku di dalam keraton.
Aku yang di sisi kiri baru ‘ngeh’ memberi respon setelah jaraknya sudah jauh. Iya… maksud dari sapaan tersebut adalah mempersilahkan mampir yang bahasa krama inggil-nya ‘Pinarak
Belum kenal saja sudah begitu ramah. Kalau telah kenal dekat pasti segan kalau hanya sekedar lewat dan tidak mampir meski dengan Cuma saling tukar kabar ^_^ itulah orang desa! Dari ujung ke ujung desa masih mengenal satu sama lain. Coba di perkotaan!? Mungkin, tetangga lama aja belum kenal sama sekali >_<
Percakapan heboh karena semua merasa telah lupa darimana berasal. Lupa sama bahasa daerah sendiri. Sampai keinginan punya villa di pegunungan seperti di daerah yang tengah dilewati. Aku menambahi kalau di daerah seperti ini hanya ada layanan kesehatan dari bidan. Dokter ada beberapa di kota, tapi tarifnya memang lebih tinggi.

'Ikan besar di kolam yang kecil.'

Ha.. hai.. jadi inget penjelasan pak Andi Kusuma Brata atas pertanyaan sahabat siar  di Spiritual Building Training [SBT] on  Radio.
 
Aku : “iya.. yang di kota ingin tinggal di desa? Yang di desa pingin ke kota?..”

Mbak yang di sebelahku : “Ya, itulah manusia…”

Meski sudah tahu gambaran tentang lokasi yang dituju, tetep, kenyataan yang dihadapi bikin surprised. Bayangkan! Kemiringan tanah nyaris 45 derajat! Dari transit menuju lokasi terbentang kurleb 300 meter tapi jauhnya berasa berkilo-kilo karena tanjakannya. Menurut keterangan dari  Bu RT, masih ada dua dukuh lagi diatas Tanen. Wow! Exicited  yang sudah terbangun rupanya memompa semangatku dan teman-teman mendatangi tempat acara dengan berjalan kaki. Meski track nggak terjal namun jalanan tinggi dan kita-kita harus mendaki. Sebenarnya pingin lari juga seperti yang dilakukan para remaja karang taruna yang menyambut kami ke bawah, begitu pun Pak RT sekalian Ibu, selaku tuan dan nyonya rumah menyalami kami yang baru datang. Enak juga, ya kalau menjalaninya layaknya toddler merangkak bukan dengan jalan menggunakan dua kaki dan punggung yang tegak.

Tapi, demi melihat sahabatku yang mengatasi kepayahan dan hampir menyerah…

Syukurlah, nggak perlu tambahan oksigen. Hanya perlu tambahan cairan ion dari dalam  tasnya ukhty baik hati ^_^ nyadar lagi, aku terlupa nggak bawa bekal minum sendiri >_< masalahnya di daerah dingin, mana tahan aku dengan minuman dingin. Aku terbiasa minum yang anget-anget, sih. Kalau aku nekat, bisa-bisa tenggorokanku akan bermasalah. Lain kali, tidak boleh mementingkan diri sendiri karena yakin nantinya bakalan dapat teh panas… *Nyadhong banget [^_^]V

Belum nanya setelah pendakian itu,  sudah  terbakar berapa kalori  0_o

Dari pasien yang mendaftar pengobatan gratis, dihadiri juga oleh warga di luar dukuh Tanen. ada yang dari Nglendro, Waron, Pesak'an,  dan Glagah... 



Aku nggak pesan terlahir sebagai kalangan atas [eits, maksudnya ‘cah nggunung’]

Bagaimana rasanya berada diatas!

Setelah berupaya sepenuh jiwa raga [jiahh]

Begitu diatas pengin cepet-cepet turun *soalnya belum di puncak &_&*

Ada yang menggenggam tanganku, lenganku sambil ngancem kalau jatuh ngajak bareng!

Idih, mana mau guweh… jjatuh ngajak-ngajak?

Alhasil, milih turun dengan cepat dan selamat, deh

0_o

Eh, begitu di bawah, berani-beraninya  ngomando yang diatas untuk segera turun

0_o

*memutar kata*

Tapi bukan untuk cuci tangan dalam artian menghindari masalah, lho ya..

Mung wuwus

Kok,  jadi lega ya?…

Ikut-ikutan menggunakan padanan kata yang tak lazim???

Kan, bisa jadi salah persepsi…

Namanya juga Belajar berprasangka baik

Ehm???

Hanya usaha merumuskan pengertian dari masalah yang berbeda

Atau

Merumuskan masalah dari pengertian yang berbeda

Eh ???&/^%$#@!?

Umpeg-umpeg’an saat kepulangan, nggak jadi masalah buatku. Ganjalan di hati belum juga hilang. Yang dari jauh, dibela-belain kemari. Kenapa yang dekat seolah tak peduli? Satu harapan yang masih membumbung tinggi, Semoga langkah kecilku berkelanjutan dan berkesinambungan. Proposal penawaran menuju kebaikan. Siapa tahu bisa menjadi jalan menuju cahaya- NYA.

Bukan kecewa karena gagal, justru aku bersyukur bisa belajar untuk seperti akar yang menghujam di tanah. Akar memang terpendam, tapi darinyalah ALLAH menjadikannya pokok suatu kehidupan.

Masukan yang memberitau tentang tujuan proposalku bikin pesimis. Makin terbukti ketika bertemu sendiri…
Terantuk pada kenyataan, seorang juragan ternyata melupakan orang-orang yang telah berjasa baginya?
Mungkinkah karena merasa sudah memenuhi kantong pekerjanya dengan penghasilan?
Ironis, bila predikatnya seorang muslim…
Sedangkan, juragan yang lain begitu perhatian darimana buruhnya berasal.
Bahkan ikut membantu saat perhelatan sekalipun di bagian paling belakang..
Bukan sekedar ongkang-ongkang
Biar terkesan mendapat kehormatan..
Inilah
Apa yang ada di hadapanku >_<
Sungguh, pukulan telak apa yang disampaikan oleh Ustadz yang mengisi pengajian di baksos kemarin. Siapa? Waduch, kurang tanggap aku…**tepok jidat

Hughft***

Whatever
·          

  •       Doa yang  jangan sampai terputus.. semoga Orang yang cukup berpengaruh mendapat hidayah.
  • ·         Tangan dinginnya yang mengotori politik di kampung.. semoga dibersihkan ALLAH
  • ·         Semoga masyarakatnya juga ikut berbenah untuk menuai keberkahan ILLAHI…
Trenyuh dengan sekeliling
Andai materi bukan jaminan masa depan
Seumpama semua tahu  kemuliaan bukanlah si pemilik kekayaan..
Bahwa kekayaan sejati itu adalah ia yang Pemurah Hati
Tidak akan ada kisah pencuri
Padahal ia sanggup membeli yang lebih mahal
Hanya untuk kemewahan
Biarpun kesrakat tetep bisa memperoleh kenyamanan
Lupa ketika nilai dirinya ia kubur dalam-dalam
Demi gemerlap dunia yang fatamorgana
Ibarat asap yang ia lihat
Namun tak mampu ia tangkap
cepat maupun lambat
nafas sesak lah yang ia dapat
Sekarat…

Naudzubillah hi min dzalik…

Semoga kita semua terhindar dari hal sedemikian…

Semoga desas-desus yang kudengar hanya fitnah simpang siur.

Bagaimanapun, sebagai tetangga sekaligus selaku kerabat, merasa menanggung malu.
Jiniwit katut. Ikut tercubit. Ora mangan nangkane nanging melu gupak pulut’e [paribasan Jawa ‘ tidak makan nangka tapi terkena getahnya’ ]  yang namanya masih saudara, bila ada sesuatu ‘kan ikut menanggung akibatnya. Padahal pokal gawene dhewe. Karena ulahnya sendiri..

Serasa tertampar di wajah, menohok ke ulu hati.

Jika melihat ke dalam diri, perasaan… sudahkah menyederhanakan gaya hidupku?
Kemana-mana masih naik angkutan umum? Kadang nyarter kalau punya kemampuan lebih?
sudahlah!

Semoga ALLAH segerakan Qowam yang baik dari sisi ALLAH agar aku tak perlu memikirkannya, namun bersama memperbaiki diri sehingga beban yang menghimpit itu melapang karena kami tak lagi sendiri…
 ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah perhatian untuk blog ini
Semoga Bermanfaat...
Terima kasih atas kunjungannnya...