Selasa, 31 Desember 2013

Review Novel 'Cinta Yang Membawaku Pulang'

Judul Buku : Cinta Yang Membawaku Pulang

Penulis : Agung F. Aziz


Penyunting Bahasa :  Mastris Radyamas

Penata Letak : Puji Lestari

Desain Sampul : Andy Rasydan

Cetakan Pertama, Dzulqo’dah 1434 H/ September 2013

Tebal : 296 halaman

Ukuran : 19 cm


Harga dipotong diskon kurleb 15%: Rp. 34.000,-[seingatku, sih ^_* lupa!]

ISBN : 978-602-8277-62-4

Publishing by :

+Indiva Penerbit





Perang Selalu Membuat Cerita Duka

Kebersamaan itu harusnya menyeruahkan bahagia, bukan untuk bersekutu menderu mesiu. Setiap jiwa pasti mendambakan kedamaian lalu, adakalanya kehilangan kendali karena tak kuasa menahan gejolak nafsu. Kenyamanan yang sedianya tercipta tersulut api amarah. Seakan air yang tenang mengalir, tiba-tiba menggelegak.
Kekerasan terhadap fisik dan mental kepada sesama hanya menyisakan pilu. Perang selamanya membawa dampak buruk bagi pelakunya dan yang menjadi sasaran perang itu sendiri. Bahkan pihak yang tidak tahu-menahu tentang perang itu terkena dampaknya. Korban yang tak bersangkutan tersebut ternyata jauh lebih banyak dari penyerang ditambahkan dengan korban target serangan.
Namun, sekejam-kejamnya perang justru menautkan bangsa-bangsa yang terpisah jarak maupun waktu. Solidaritas antar Negara di dunia seakan diuji dalam berbagai kecamuk perang ini. Lantas, apakah perang yang sedemikian memang diharapkan untuk terjadi agar hubungan bisa terjalin? Ah! Tentu tidak! Masih ada cara yang lebih efektif guna mempererat tali persaudaraan yakni dengan bersillaturakhim.

Hal tidak diinginkan juga oleh Shabana Ahmaz, yang sedari kecil harus terpisah dari ayah dan adik perempuannya karena pecahnya perang, Afganisthan. Kemudian, kehilangan suami dan putra semata wayangnya. Disusul kepergian Ibundanya untuk selama-lamanya saat mereka berdua menjadi pengungsi.

Novel yang mengambil setting di negeri yang dipenuhi kecamuk perang. Saat Uni Soviet [eks Negara komunis Rusia] tahun 1978. Warga yang berusaha mengusir penjajah negerinya yang tergabung dalam laskar Mujahidin mendapatkan kemenangannya di tahun 1989 dibantu oleh AS. Namun, AS mengundurkan diri dari konflik antar sekutu di tubuh laskar Mujahidin dengan perhitungan untung rugi. Uni Sovet masih menanamkan kadernya di dalam susunan Pemerintahan hingga keruntuhan Negara komunis itu pada tahun 1992. Karena Negara tumpuannya runtuh, para petinggi pemerintah melarikan diri mengakibatkan kekosongan yang sangat berbahaya. Warlodism[perebutan kekuasaan] yang ekstrim timbul hingga kemunculaan pasukan Taliban di tahun 1994. Taliban mendapatkan tangkup kekuasannya pada tahun 1996.
Semua mengingat ketika pandangan dunia tertuju pada peristiwa 11 September 2001, saat menara kembar WTC[World Trade Center] roboh dihantam pesawat nyasar. Bermacam spekulasi menyeruak dan menjadi alasan AS mengambil aksi otoritasnya terhadap konflik intern di Afganisthan.
Keadaan yang rentan konflik tersebut merentang kisah-kisah kepedihan. Eksodus besar-besaran. Belum lagi luka-luka yang menganga.

Shabana Ahmaz merasakan kerinduan yang membuncah begitu menemukan anggota keluarganya yang hilang, dan bahkan dianggap telah tiada. Sayang, pertemuan itu tak berlangsung lama karena keadaan yang memaksanya memilih untuk berpisah dari mereka. Meski sebelumnya berupaya menyatukan seluruh keluarganya.
“Jika ada cinta abadi, disini, di sinilah tempatnya,” kakek Shabana meletakkan telapak tangan kanan di dada kirinya,
“Cinta yang menggemuruh seiring detak jantung dan desah napas.”
[halaman 28 dan halaman 190-191]

Taqdir kematian adalah salah satu bentuk cinta merupakan misteri ILLAHI agar kita kembali kepada ALLAH. Terasa menyentuh saat kehilangan seseorang, sesama saudara muslim. Meski belum mengenal, namun merasa kehilangan, apakah lagi yang disayang. Seperti masa dua tahun yang lalu di tanggal 30 Januari ketika ayahandaku meninggal dan tahun ini,  tepatnya 30 Desember 2013… munsyid yang karyanya telah banyak menginspirasi termasuk diriku, Kang Aden Edcoustic, berpulang ke RAHMATULLAH… Innalilahi Wa Inna Ilaihi Roji’uun.
Itupun dalam bukan karena perang dan diantara keluarga tercinta. Enggak bisa dibayangkan bila sanak keluarga meninggal dalam situasi perang. Bahkan tak sempat menyelenggarakan pemakaman yang wajar karena diburu musuh.
Pertemuan dan kembali perpisahan dengan keluarga dalam hidup Shabana menyadarkannya pada arti kehilangan yang sesungguhnya. Saat ia memutuskan untuk pulang dan tinggal di bumi kelahirannya bersama sepasang suami istri yang telah dianggapnya sebagai ayah-ibunya sendiri. Cinta yang hilang ketika meninggalkan tanah suci. Yakin, bukan seorang Shabana Ahmaz saja melainkan seluruh umat Muslim, pasti akan merasakan cinta dan kehilangan begitu meninggalkan tanah suci dan berharap kerinduan itu membawa seorang muslim untuk kembali kesana.

  • Terbesit, spekulasi pertama yang terpikir begitu membaca kisah tentang perang adalah sebuah memoar atau fiksi sejarah, dan novel ini menyajikannya dengan gaya yang berbeda hingga nyaris nyata.
Tak dinyana, pertemuan yang berkesan dengan beberapa orang di tanah suci, ternyata berkaitan dengan orang-orang yang tengah ia cari. 
  • Sedikit singgungan tentang keberadaan Ayah Shabana dan kondisi terakhir yang dialami sang Ayah dalam jalinan cerita merupakan likuan yang manis. Tapi, jika itu merupakan alur, maka kesan tersebut cukup mengganggu di ujung klimaks.

  • Bagaimanapun, saat memutuskan untuk membaca novel dengan perhitungan famious, judulnya yang menyertakan kata’cinta’ cukup memikat perhatian.
  • Sempat terbengong mendengar tanggapan sahabat yang mengatakan novel yang saya baca bukan karya dari penulis terkenal dan novel ini bisa menjadi pilihan pertama bila anda ingin mengenal karakter tulisan yang baru dengan penulis yang belum dikenal.

Bukan tidak mungkin, penulis terkenal memerlukan me-refresh karyanya dengan melahap tulisan dari penulis- penulis pemula *^_^*v [sok teu akuh]

***
 More books review's...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah perhatian untuk blog ini
Semoga Bermanfaat...
Terima kasih atas kunjungannnya...