Pernah mendengar suatu
ungkapan ‘Peraturan dibuat untuk dilanggar?
Yah, itulah salah satu
realita sikap manusia yang senang menuruti kemauannya sendiri hingga terjebak
dalam suatu keadaan sulit. Mencoba
mengartikan kebebasan dengan tindakan seenaknya tanpa memperhitungkan untung
rugi dan akibatnya menyeretnya tiada ampun ke jurang dalam yang sebenarnya
dalam keadaan sadar pun ia enggan menempuh resiko sedemikian.
Pemahaman sempit
tentang kebebasan menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan asusila, salah
satunya minum minuman keras [miras] dan minol [minuman beralkohol]. Mengapa?
Sebab minuman keras merusak organ tubuh terutama ginjal dan menghilangkan kesadaran. Merugikan
diri sendiri harusnya tidak dilakukan. Apalagi
sampai mabuk, perbuatannya di luar kontrol sehingga dapat mengganggu kebebasan
orang lain. Berfoya-foya gaya hidupnya,
menggunakan kekerasan guna memenuhi keperluannya karena malas berusaha lalu
mengambil jalan pintas, dan perusak otak generasi muda. Konon, agar berani [baca: tega] berkelahi, menganiaya
orang bahkan sampai tahap membunuh, seseorang menggunakan miras. Hal mengerikan yang ditimbulkannya.
Miras sudah menjadi
budaya bahkan menjadi ikon suatu daerah dan merupakan minuman tradisi seperti arak Bali dan tuak. Pembuatannya dari tapai yang dibiarkan sampai berkuah, kemudian
kuahnya disimpan dan diperam. Semakin lama penyimpanannya maka kadar alkoholnya
makin tinggi. Bikin dilemma apakah
terdapat kandungan kadar alkohol pada tapai? Sama kasusnya dengan air
nira bahan tuak.
Mengikuti Selera Pasar
Pedagang dekat dengan miras karena keuntungan materi. Sedang konsumennnya untuk
menghangatkan badan dan menenangkan diri. Dimana malah membuatnya lupa akan
masalah dan menambah masalah baru. Dia tak tahu kalau hidup itu dari masalah ke
masalah lain. Jika masalah satu belum diselesaikan maka dengan miras dia
menumpuk masalah, membebani hidupnya yang sudah berat makin berat. Manfaat semu
lain dari miras adalah meningkatkan stamina. Lebih tepatnya memaksa ginjal,
hati, dan empedu bekerja rodi guna
membersihkan aliran darah dari racun yang terkandung dalam miras.
Di Toko Grosir,
selaku pedagang eceran sering
berpas-pasan dengan pembeli minuman keras mengubah sebutan ‘Anggur
Jamu’ Saya yang tahu tidak bisa berbuat apapun karena produk tersebut
mencantumkan nomer registrasi yang artinya
sudah dapat ijin dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.201
tahun 2008 dan PMK No.202 tahun 2008 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No.72 tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPKBC)
mengenai ijin pengusaha tempat penyimpanan Etil Alkohol [EA} dan penyalur
minuman mengandung etil Alkohol [MMEA] beserta SIUP MB (Surat Ijin Usaha
Minuman Beralkohol). Lalu, apa fungsi Keputusan Presiden (Keppres) No 3 Tahun 1997 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol kalau ternyata miras dan minol dijual bebas dan
legal?
Pengawasan perorang
tidak akan efektif karena yang berlaku ‘Like Father Like His Son’. Bahwa anak
adalah peniru sejati dari orang tua dan orang yang ada di sekitarnya.
Begitupun dengan jamu
tradisional kebanggaan Nusantara, kenyataan membuyarkan semuanya ketika
menyadari Mbok Jamu sengaja mencampurkan
ramuan anggur ke dalam racikan jamunya. Syukurlah saya malu kalau
minum di jalanan, mangkanya minta dibungkus untuk dibawa pulang sehingga bisa
menelisik saat mencium aroma aneh pada
jamu. Mencicipi sedikit kok rasanya semriwing, hangat, padahal jamu sudah dalam keadaan dingin.
Sebelumnya pernah kecolongan tapi kali ini saya langsung menumpahkan dan
membuang jamu tersebut. Dengan peristiwa tersebut, saya kapok beli jamu. Kalaupun ingin minum jamu, mending
meracik jamu sendiri. Memang, tidak
semua tukang jamu sesembrono itu, namun sebagai bentuk kehati-hatian terhadap
produk jamu agar memastikan bahan-bahan apa saja yang terkandung di dalamnya.
Ada Pedagang Ada Pembeli
Setali tiga uang dengan
pejabat berwenang mengingat pajak bea
cukai untuk produk rokok dan miras selangit. Kecanduan pada produk-produk
tersebut tidak menyurutkan nyali untuk
membeli meski dengan harga tinggi. Tentu,
pendapatan bagi Pemerintah juga banyak sekali. Nah, kalau sudah beginimana tahan untuk menghindarkan diri dari kebutuhan materi. Harga diri pun mati
demi kekayaan pribadi. Sama bahayanya dengan perilaku korupsi. Kasian generasi nanti! Hingga
repetisi dari IILLAHI tidak segera
membenahi diri. Tunggulah azab yang menanti !!!
Semoga dengan catatan
ini bisa menggugah hati. Apapun yang
diperbuat itulah yang akan kita tuai. Sama kepastiannya dengan
mati. Seumur manusia jangan sampai mati karena minuman keras.
Menjadikan akhir yang
baik sebagai harapan. Maka, keharusan untuk memulainya dengan hal yang baik, Wahai Kaum Penerus cita-cita bangsa!
Harapan yang sama
dengan MUI dan Gerakan Solidaritas anti minuman keras agar di masa mendatang [Semoga
secepatnya] ada Undang-Undang tentang Larangan Minuman Keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah perhatian untuk blog ini
Semoga Bermanfaat...
Terima kasih atas kunjungannnya...